Bersama Sukses

pengetahuan rakyat adalah kekayaan bangsa yang tak ternilai

header photo

 

Bencana Dan Harapan Yang Terampas

REKIBLIK ETEKEWER XVII – BENCANA DAN HARAPAN YANG TERAMPAS

Duh Gusti...Gusti... dosa dan kesalahan apa yang telah diperbuat sehingga duka demi duka kawulo datang, silih berganti bencana dan harapan yang terampas dari kehidupan kawulo. Mampukan saudara-saudara kami dalam menjalani kedukaan ini, ampunilah kami dan yang telah meninggalkan kami, ampunilah juga mereka-mereka yang telah memicu terjadinya bencana ini, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat, usaikan amarah Gusti pada kami, Amien..

Malam itu raut wajah Simbah terlihat sangat kelam, pertanda ada sesuatu yang membuatnya demikian berduka. Perlahan agar tidak mengganggu, cucunya duduk disamping lincak (kursi panjang dari bambu) tempat Simbah duduk. Nyuwun sewu, Simbah kadosipun kok duko sanget tho Mbah, wonten menopo tho, bileh dalem kepareng ngertos (permisi, simbah kok sepertinya berduka sekali, ada apa sich, seandainya saya boleh tahu).

Simbah tampak menghela nafas beberapa kali sebelum menjawab, cucunya membathin... sedemikian beratnya beban duka Simbah sampai menyesakkan dadanya... Iya Ngger, Simbah turut berduka untuk kejadian di negri temanmu, disaat sedang memperingati sejarah kelam yang pernah terjadi untuk direnungkan, disaat yang sama pula terjadi sejarah duka baru diakibatkan bencana. Bencana dan harapan yang terampas bagai sekeping mata uang, saling melekat bersisian.

Alam ini berlaku hukum sebab akibat dan hukum keseimbangan Ngger. Alam ini tidak pernah menyakiti manusia, justru menghidupi manusia, manusianya saja yang suka menyakiti alam. Akibatnya alam akan melakukan penyesuaian untuk menyeimbangkan kembali agar harmonisasi itu tetap terjadi. Ketika alam melakukan keseimbangan untuk harmonisasi, ketika itu pula terjadi pergerakan bagian tubuh alam yang berdampak menimbulkan bencana bagi manusia. Satu hal yang patut diingat dan dipahami, alam tidak pernah salah, manusialah yang salah. Jangan pernah menyalahkan Gusti Allah, sebab Gusti Allah telah menetapkan semua ketetapannya sejak alam dan manusia ini diciptakan, hanya manusianya saja yang suka melanggar dan menyalahi ketetapan itu.

Banyak hal bisa kita lihat Ngger, diantaranya tentang cara menyembah Gusti Allah itu sendiri. Gusti Allah telah menetapkan memberi keleluasaan pada manusia untuk menyembahNYA dengan caranya masing-masing. Perkara mana yang berkenan bagi Gusti Allah itu adalah hak absolut Gusti Allah, manusia tidak memiliki hak menilai. Perihal hak ini saja tidak dipahami oleh manusia, sehingga sering terjadi ada orang lain yang keyakinannya berbeda, menyembah dengan cara berbeda kemudian dijustifikasi dengan cap tertentu, ibadahnya diobrak-abrik, tempat ibadahnya dirusak, dibakar dan sebagainya. Ini khan dagelan yang tidak lucu tho Ngger, lha ada orang menyembah Gusti Allah sesuai dengan cara dan keyakinannya kok diusak-asik. Menyembah Gusti Allah kok dengan memaksakan kehendak kelompok dan alirannya, lha kalau Gusti Allah sudah memaksakan kehendakNYA mau jadi apa manusia-manusia?.. mbok ya belajar menjadi beradab.

Padahal orang yang percaya Gusti Allah itu jauh lebih baik nilainya bagi Gusti Allah, jika dibandingkan yang tidak percaya Gusti Allah. Lha apa yang mengobrak-abrik itu sendiri kehidupan beragamanya sudah benar?... Apakah mereka yang melakukan perbuatan yang menindas lainnya itu tidak memiliki dosa dan tidak pernah berbuat salah?... hanya Gusti Allah yang memiliki hak menilai ini, bukan manusia, sekali lagi bukan manusia Ngger. Hal-hal seperti ini khan sama saja menyebabkan harapan yang terampas dalam menyembah Gusti Allah. Pertanyaannya mereka itu siapa di hadapan Gusti Allah?... ra sah ngoceh bab swargo ndisik, lha wong mati wae durung pernah, opo meneh weruh swargo neroko, iki jenenge pongah rohani wong-wong keblinger Ngger (tidak usah bicara surga dulu, lha mati saja belum pernah, apalagi lihat surga neraka, ini namanya sombong rohani orang-orang keblinger Ngger). Ingat baik-baik Ngger, jangan pernah sekali-sekali menyebabkan harapan yang terampas bagi orang lain dalam menyembah Gusti Allah, Gusti Allah akan murka Ngger, karena itu sama saja melarang orang menyembah Gusti Allah, belajar menjadi beradab.

Kita lihat dalam memperlakukan alam, melobangi perut bumi seenaknya, melukai wajah alam semaunya, mencemari nafas alam dan aliran darah alam. Ini contoh-contoh perilaku yang tidak memahami ketetapan Gusti Allah. Diberi kemampuan dan kekuasaan bukannya untuk semakin memanusiakan manusia lainnya malah menyebabkan bencana bagi lainnya. Contoh itu lumpur Lapono yang sampai sekarang tidak tuntas-tuntas, belum lagi longsor dan banjir bandang di daerah tertentu, semua akibat keserakahan dan tidak memahami ketetapan Gusti Allah. Kesejahteraan para pekerja di tempat-tempat kerja yang dikasak-kusuki agar tetap kecil dan semakin kecil, sehingga keuntungan segelintir manusia tertentu semakin besar. Hak-hak rakyat dan para pekerja yang dimandulkan dan dikebiri. Memperlakukan orang miskin dan ekonomi dengan semena-mena, seperti yang dialami para pedagang-pedagang pasar dan kaki lima dan sebagainya. Apa akibatnya Ngger... bencana dan harapan yang terampas dari banyak orang. Berapa banyak anak-anak yang harapannya terampas untuk menjalin kehidupannya di masa depan, berapa banyak anak-anak yang trauma, berapa banyak harapan orangtua yang terampas yang sudah dipintal seumur hidup mereka, berapa banyak harapan lain yang terampas akibat perbuatan tersebut ?.. Mbok ya oo.. orang-orang yang punya kuasa dan berlimpah harta benda dan duit itu belajar dan berkaca dari kemuliaan hati para relawan bencana alam. bayangkan Ngger dengan segala keterbatasan yang mereka miliki masih mau memberikan hatinya melalui kebersamaan mereka yang berada di lokasi-lokasi bencana bersama-sama saling membantu korban bencana dengan apa yang mereka bisa.

Sudah tertulis dan ditetapkan oleh Gusti Allah, bahwa akan berbicara pada manusia melalui bahasa-bahasa alam, alam memiliki bahasa yang sudah ditetapkan oleh Gusti Allah, sebab akibat dan keseimbangan. Sekali lagi semua duka yang terjadi akibat bencana alam ini tidak lebih dan tidak bukan disebabkan oleh manusia-manusia itu sendiri. Jangan pernah menyalahkan alam apalagi Gusti Allah, manusialah yang bersalah dengan segala keserakahannya, kesombongan rohaninya dan sebagainya. Gusti Allah selalu memberi, dan alam menyeimbangkan. Jangan pernah menjadi manusia penyebab Bencana Dan Harapan Yang Terampas.&2y

Go Back

Comment